DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang Masalah .........................................................................................
1
2. Rumusan
dan Batasan
Masalah...............................................................................
2
3. Metodologi
Penelitian.............................................................................................
3
4. Tujuan
Penulisan
Makalah.......................................................................................
3
5. Sistematika
Penulisan
Makalah...............................................................................
4
BAB
II PEMBAHASAN
1. Definisi
Nominalis Realis Filsafat Ilmu
..................................................................
5
2. Objek
filsafat Ilmu
.................................................................................................
11
3. Fungsi
Filsafat Ilmu
...............................................................................................
14
4. Substansi
Filsafat Ilmu ..........................................................................................
15
5. Corak
dan Ragam Filsafat Ilmu
............................................................................
20
6. Persamaan
dan Perbedaan Filsafat Ilmu Dengan Ilmu Lainnya
............................ 20
7. Tujuan
dari Filsafat Ilmu
.......................................................................................
25
BAB
III PENUTUP
1. Kesimpulan..............................................................................................................
26
2. Saran
–
Saran...........................................................................................................
28
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................................................................
29
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Manusia dikenal sebagai makhluk berfikir. Dan hal inilah yang menjadikan manusia istimewa dibandingkan
makhluk lainnya. Kemampuan berpikir atau daya
nalar manusialah yang menyebabkannya mampu mengembangkan pengetahuan berfilsafatnya. Dia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana
yang baik dan mana yang buruk, yang indah dan yang jelek. Secara terus menerus
manusia diberikan berbagai pilihan. Dalam melakukan pilihan ini manusia
berpegang pada filsafat atau pengetahuan.
Dengan
berfilsafat manusia akan mampu mencintai kebijaksanaan, sehingga dengan hal itu
manusia mampu menjadi insan yang sempurna, sebab dia bisa mengoptimalkan akal
ini untuk berfikir.
Ciri
– ciri dari filsafat adalah :
1. Radikal, artinya
berpikir sampai ke akar-akarnya, hingga sampai pada hakikat atau substansi yang
dipikirkan.
2. Universal,
artinya pemikiran filsafat menyangkut pengalaman umum manusia. Kekhususan
berpikir kefilsafatan menurut Jespers terletak pada aspek keumumannya.
3. Konseptual,
artinya merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia. Misalnya
:Apakah Kebebasan itu ?
4. Koheren atau konsisten
(runtut). Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir logis.Konsisten
artinya tidak mengandung kontradiksi.
5. Sistematik,
artinya pendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling
berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.
6. Komprehensif,
artinya mencakup atau menyeluruh. Berpikir secara kefilsafatan merupakan usaha
untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.
7. Bebas, artinya
sampai batas-batas yang luas, pemikiran filsafati boleh dikatakan merupakan
hasil pemikiran yang bebas, yakni bebas dari prasangka-prasangka sosial,
historis, kultural, bahkan relijius.
8. Bertanggungjawab,
artinya seseorang yang berfilsafat adalah orang-orang yang berpikir sekaligus
bertanggungjawab terhadap hasil pemikirannya, paling tidak terhadap hati
nuraninya sendiri.
Berpikir, meneliti dan menganalisa adalah proses awal
dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Dengan berpikir, seseorang sebenarnya tengah
menempuh satu langkah untuk medapatkan pengetahuan yang baru. Aktivitas
berpikir akan membuahkan pengetahuan jika disertai dengan meneliti dan
menganalisa secara kritis terhadap suatu obyek.
Maka dari itu marilah kita berfikir
dengan membahas bersama makalah Filsafat Ilmu ini yang membahas tentang :
Definisi Nominalis Realis Filsafat Ilmu, Objek Filsafat Ilmu, Fungsi
Filsafat Ilmu, Substansi Filsafat Ilmu, Corak dan Ragam Filsafat Ilmu, Persamaan
dan Perbedaan Filsafat Ilmu dan Ilmu – Ilmu Lain dan Tujuan dari Filsafat Ilmu.
2. Rumusan dan Batasan Masalah
Agar pembahasan kita berjalan secara
sistematis, maka kami selaku tim penyusun membuatkan rumusan dan batasan
masalah dalam makalah Filsafat Ilmu ini, berikut adalah rumusannya :
1)
Seperti Apakah Definisi
Nominalis Realis Filsafat Ilmu itu ?
2)
Apa saja objek dari Filsafat
Ilmu itu ?
3)
Seperti Apakah Fungsi Filsafat Ilmu
itu ?
4)
Apakah Substansi dari Filsafat Ilmu itu
?
5)
Seperti Apakah Corak dan Ragam
Filsafat Ilmu itu ?
6)
Apa Persamaan dan Perbedaan Filsafat
Ilmu dengan Ilmu – Ilmu Lain ?
7)
Apa Tujuan Mempelajari dari Filsafat
Ilmu ?
3. Metodologi Penyusunan Makalah
Metodologi atau langkah yang kami
lakukan dalam penyelesaian makalah Filsafat Ilmu ini adalah mencari referensi
di buku – buku dan informasi dari berbagai situs internet.
4. Tujuan Penulisan Makalah
Tiada pengharapan yang lebih dari
kami selaku tim penyusun dalam tujuan penulisan makalah ini, tetapi setidaknya
kami memiliki tujuan yang konkrit dari penyusunan makalah ini, tujuan yang di
harapkan di antaranya :
1)
Definisi Nominalis Realis Filsafat
Ilmu,
2)
Objek Filsafat Ilmu,
3)
Fungsi Filsafat Ilmu,
4)
Substansi Filsafat Ilmu,
5)
Corak dan Ragam Filsafat Ilmu,
6)
Persamaan dan Perbedaan Filsafat
Ilmu dan Ilmu – Ilmu Lain dan
7)
Tujuan dari Filsafat Ilmu.
5. Sistematika Penulisan Makalah
Sistematika atau tatacara yang kami
lakukan dalam penyusunan makalah ini adalah :
BAB
I
PENDAHULUAN yang meliputi latar belakang masalah,
rumusan dan batasan masalah, metodologi penyusunan makalah, tujuan penyusunan
makalah dan sistematika penulisan makalah.
BAB
II
PEMBAHASAN yang meliputi Definisi
Nominalis Realis Filsafat Ilmu, Objek Filsafat Ilmu, Fungsi Filsafat Ilmu,
Substansi Filsafat Ilmu, Corak dan Ragam Filsafat Ilmu, Persamaan dan
Perbedaan Filsafat Ilmu dan Ilmu – Ilmu Lain dan Tujuan dari Filsafat Ilmu.
BAB
III
PENUTUP yang meliputi kesimpulan dan saran –
saran.
BAB II
PEMBAHASAN
FILSAFAT ILMU
1. Definisi
Nominalis Realis Filsafat Ilmu
1) Definisi Nominalis
Definisi nominalis ialah menjelaskan
sebuah kata dengan kata lain yang lebih umum dimengerti. Jadi, sekadar
menjelaskan kata sebagai tanda, bukan menjelaskan hal yang ditandai.Definisi
nominalis terutama dipakai pada permulaan sesuatu pembicaraan atau diskusi.
Definisi nominalis ada 6 macam,
yaitu :
Ø definisi
sinonim,
Ø definisi
simbolik,
Ø definisi
etimologik,
Ø definisi
semantik,
Ø definisi
stipulatif,
Ø dan
definisi denotatif.
2)
Definisi Realis
Definisi Realis ialah
penjelasan tentang hal yang ditandai oleh sesuatu istilah.Jadi, bukan sekadar
menjelaskan istilah, tetapi menjelaskan isi yang dikandung oleh suatu istilah.
Definisi realis ada 2
macam sebagai berikut :
Ø Definisi
Esensial.
Definisi esensial, yakni penjelasan
dengan cara menguraikan bagian-bagian dasar yang menyusun sesuatu hal, yang
dapat dibedakan antrra definisi analitik dan definisi konotatif. Definisi
analitik, yakni penjelasan dengan cara menunjukkan bagian-bagian sesuatu benda
yang mewujudkan esensinya. Definisi konotatif, yakni penjelasan dengan cara
menunjukkan isi dari suatu term yang terdiri atas genus dan diferensia.
Ø Definisi
Deskriptif.
Definisi deskriptif, yakni penjelasan dengan cara
menunjukkan sifat-sifat yang dimiliki oleh hal yang didefinisikan yang
dibedakan atas dua hal, definisi aksidental dan definisi kausal. Definisi
aksidental, yakni penjelasan dengan cara menunjukkan jenis dari halnya dengan
sifat-sifat khusus yang menyertai hal tersebut, Definisi kausal, yakni
penjelasan dengan cara menyatakan bagaimana sesuatu hal terjadi atau terwujud.
Hal ini berarti juga memaparkan asal mula atau perkembangan dari hal-hal yang
ditunjuk oleh suatu term.
3) Definisi Filsafat Ilmu
Secara epistimologi, filsafat
berasal dari bahasa Yunani Philosophia, dan terdiri dari kata Philos
yang berarti kesukaan atau kecintaan terhadap sesuatu, dan kata Sophia
yang berarti kebijaksanaan.Secara harafiah, filsafat diartikan sebagai suatu
kecintaan terhadap kebijaksanaan (kecenderungan untuk menyenangi
kebijaksanaan). Hamersma [1]
mengatakan bahwa Filsafat merupakan pengetahuan metodis, sistematis, dan
koheren tentang seluruh kenyataan Jadi, dari definisi ini nampak bahwa kajian
filsafat itu sendiri adalah realitas hidup manusia yang dijelaskan secara
ilmiah guna memperoleh pemaknaan menuju “hakikat kebenaran”.
Sedangkan dalam bahasa
Arab, ilmu ( ilm) berasal dari kata alima yang artinya mengetahui.
Jadi ilmu secara harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang
berasal dari kata scire.Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda
dengan science (sains).Sains hanya dibatasi pada bidang-bidang empirisme
– positiviesme sedangkan ilmu melampuinya dengan nonempirisme seperti
matematika dan metafisika [2].
Berbicara mengenai ilmu (sains) maka tidak akan terlepas dari filsafat. Tugas filsafat
ilmu adalah menunjukkan bagaimana “pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana
adanya”.Will Duran dalam bukunya The story of Philosophy mengibaratkan
bahwa filsafat seperti pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan
pasukan infanteri. Pasukan infanteri inilah sebagai pengetahuan yang di
antaranya ilmu.Filsafat yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan
keilmuan.Semua ilmu baik ilmu alam maupun ilmu sosial bertolak dari
pengembangannya sebagai filsafat.
Berikut ini kami paparkan beberapa definisi dari Filsafat Ilmu
Menurut para ahli :
1) Robert Ackerman “philosophy of
science in one aspect as a critique of current scientific opinions by
comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is clearly not
a discipline autonomous of actual scientific paractice”.
Filsafat ilmu adalah suatu tinjauan kritis tentang
pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap
kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi
filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah
secara aktual.
2) Lewis White Beck “Philosophy of
science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to
determine the value and significance of scientific enterprise as a whole.
Filsafat ilmu adalah ilmu yang membahas dan mengevaluasi
metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya
ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
3) A. Cornelius Benjamin “That
philosopic disipline which is the systematic study of the nature of science,
especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its place in
the general scheme of intellectual discipines.
Filsafat Ilmu adalah sabang pengetahuan filsafat yang
merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya,
konsep-konsepnya dan peranggapan – peranggapannya, serta letaknya dalam
kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.
4) Michael V. Berry “The study of
the inner logic if scientific theories, and the relations between experiment
and theory, i.e. of scientific methods”.
Filsafat Ilmu adalah penelaahan tentang logika interen dari
teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni
tentang metode ilmiah.
5) May Brodbeck “Philosophy of
science is the ethically and philosophically neutral analysis, description, and
clarifications of science.”
Filsafat Ilmu adalah analisis yang netral secara etis dan
filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
6) Peter Caws “Philosophy of science
is a part of philosophy, which attempts to do for science what philosophy in
general does for the whole of human experience. Philosophy does two sorts of
thing: on the other hand, it constructs theories about man and the universe,
and offers them as grounds for belief and action; on the other, it examines
critically everything that may be offered as a ground for belief or action,
including its own theories, with a view to the elimination of inconsistency and
error.
Filsafat Ilmu adalah suatu bagian filsafat, yang mencoba
berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman
manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun
teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai
landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat
memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan
bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan
pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan
7) Stephen R. Toulmin “As a
discipline, the philosophy of science attempts, first, to elucidate the
elements involved in the process of scientific inquiry observational
procedures, patens of argument, methods of representation and calculation,
metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the grounds of their
validity from the points of view of formal logic, practical methodology and
metaphysics”.
Filsafat Ilmu adalah suatu cabang ilmu filsafat yang
mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses
penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbincangan,
metode-metode penggantian dan perhitungan, peranggapan - peranggapan metafisis,
dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut
tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika.
8) Menurut Beerling [3] filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri
pengetahuan ilmiah dan cara-cara utnuk memperolehnya. Dengan kata lain filsafat
ilmu sesungguhnya merupakan suatu penyelidikan lanjutan. Dia merupakan suatu
bentuk pemikiran secara mendalam yang bersifat lanjutan atau secondary
reflexion.Refleksi sekunder seperti itu merupakan syarat mutlak untuk menentang
bahaya yang menjurus kepada keadaan cerai berai serta pertumbuhan yang tidak
seimbang dari ilmu-ilmu yang ada.Refelksi sekunder banyak memberi sumbangan
dalam usaha memberi tekanan perhatian pada metodikaserta sistem dan untuk
berusaha memperoleh pemahaman mengenai azas-azas, latar belakang serta
hubungan-hubungan yang dipunyai kegiatan ilmiah. Sumbangan tersebut bisa
berbentuk
(1) mengarahkan metode-metode penyelidikan ilmiah kejuruan
kepada penyelenggaaraan kegiatan ilmiah ;
(2) menerapkan penyelidikan kefilsafatan terhadap terhadap
kegiatan-kegiatan ilmiah. Dalam hal ini mempertanyakan kembali secara de-jure
mengenai landasan-landasan serta azas-azas yang memungkinkan ilmu itu memberi
pembenaran pada dirinya serta apa yang dianggapnya benar.
Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat
ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai
hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun
aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi
( filsafat pengetahuan ) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu, seperti :
Ø Obyek apa yang ditelaah ilmu ?
Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut ? Bagaimana hubungan antara
obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan ?(
Landasan ontologism )
Ø Bagaimana proses yang memungkinkan
ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu ? Bagaimana prosedurnya ? Hal-hal apa
yang harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yang benar ? Apakah
kriterianya ? Apa yang disebut kebenaran itu ? Adakah kriterianya ? Cara /
teknik / sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang
berupa ilmu ?( Landasan epistemologis )
Ø Untuk apa pengetahuan yang berupa
ilmu itu dipergunakan ? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan
kaidah-kaidah moral ? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan
pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral / profesional ?(
Landasan aksiologis ).
2.
Objek Filsafat Ilmu
“ No problem,
no science ”. Ungkapan Archi
J Bahm ini seolah sederhana namun padat akan makna. Dari ungkapan ini kita bisa
mengetahui bahwasanya Filsafat Ilmu muncul
dari adanya permasalahan tertentu. Filsafat Ilmu, menurut Bahm, diperoleh dari pemecahan suatu masalah keilmuan. Tidak ada
masalah, berarti tidak ada solusi. Tidak ada solusi berarti tidak memperoleh
metode yang tepat dalam memecahkan masalah. Ada metode berarti ada sistematika
ilmiah.
Objek
dari Filsafat Ilmu terbagi kedalam dua bagian, yaitu objek material dan objek
formal :
1. Objek Material filsafat
Yaitu
suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu
atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu
yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak.
Menurut Drs. H.A.Dardiri
bahwa objek material adalah segala sesuatu yang ada, baik yang ada dalam
pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Segala sesuatu yang
ada itu di bagi dua, yaitu :
a.
Ada yang bersifat umum (
ontology ), yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal yang ada pada umumnya.
b.
Ada yang bersifat khusus yang
terbagi dua yaitu ada secara mutlak ( theodicae ) dan tidak mutlak yang terdiri
dari manusia ( antropologi metafisik ) dan alam ( kosmologi ).
Sedangkan menurut Surajiyo dkk. obyek material
dimaknai dengan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan
pengetahuan. Obyek material juga berarti hal yang diselidiki, dipandang atau
disorot oleh suatu disiplin ilmu. Obyek material mencakup apa saja, baik yang konkret
maupun yang abstrak, yang materil maupun yang non-materil.
Bisa pula berupa hal-hal, masalah-masalah, ide-ide, konsep-konsep dan
sebagainya. Misal: objek material dari sosiologi adalah manusia. Contoh
lainnya, lapangan dalam logika adalah asas-asas yang menentukan pemikiran
yang lurus, tepat, dan sehat. Maka, berpikir merupakan obyek material logika.
Istilah obyek material sering juga disebut pokok
persoalan (subject matter). Pokok persoalan ini dibedakan atas dua arti,
yaitu :
Ø Pokok persoalan ini dapat dimaksudkan
sebagai bidang khusus dari penyelidikan faktual. Misalnya: penyelidikan tentang
atom termasuk bidang fisika; penyelidikan tentang chlorophyl termasuk
penelitian bidang botani atau bio-kimia dan sebagainya.
Ø Dimaksudkan sebagai suatu kumpulan
pertanyaan pokok yang saling berhubungan. Misalnya: anatomi dan fisiologi
keduanya berkaitan dengan struktur tubuh. Anatomi mempelajari strukturnya
sedangkan fisiologi mempelajari fungsinya. Kedua ilmu tersebut dapat dikatakan
memiliki pokok persoalan yang sama, namun juga dikatakan berbeda. Perbedaaan
ini dapat diketahui apabila dikaitkan dengan corak-corak pertanyaan yang
diajukan dan aspek-aspek yang diselidiki dari tubuh tersebut. Anatomi
mempelajari tubuh dalam aspeknya yang statis, sedangkan fisiologi dalam
aspeknya yang dinamis.
2. Objek Formal filsafat
Obyek formal adalah pendekatan-pendekatan secara
cermat dan bertahap menurut segi-segi yang dimiliki obyek materi dan menurut
kemampuan seseorang. Obyek formal diartikan juga sebagai sudut pandang yang
ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau
sudut pandang darimana obyek material itu disorot. Obyek formal suatu ilmu
tidak hanya memberikan keutuhan ilmu, tetapi pada saat yang sama membedakannya
dari bidang-bidang lain. Suatu obyek material dapat ditinjau dari berbagai
sudut pandang sehingga menghasilkan ilmu yang berbeda-beda. Oleh karena itu,
akan tergambar lingkup suatu pengetahuan mengenai sesuatu hal menurut segi
tertentu. Dengan kata lain, “tujuan pengetahuan sudah ditentukan.
Misalnya, obyek materialnya adalah “manusia”, kemudian,
manusia ini ditinjau dari sudut pandang yang berbeda-beda sehingga ada beberapa
ilmu yang mempelajari manusia, diantaranya : psikologi, antropologi, sosiologi
dan sebagainya.
3. Implikasi Obyek Material dan Obyek
Formal
Persoalan-persoalan umum ( implikasi dari obyek material
dan obyek formal ) yang ditemukan dalam bidang ilmu filsafat antara lain sebagai berikut :
§ Sejauh
mana batas-batas atau ruang lingkup yang menjadi wewenang masing-masing ilmu filsafat itu, dari mana ilmu filsafat
itu dimulai
dan sampai mana harus berhenti.
§
Dimanakah sesungguhnya tempat-tempat ilmu filsafat
dalam
realitas yang melingkupinya.
§
Metode-metode yang dipakai ilmu tersebut berlakunya sampai dimana.
§ Apakah
persoalan kausalitas ( hubungan sebab-akibat yang berlaku dalam ilmu ke-alam-an
juga berlaku juga bagi ilmu-ilmu sosial maupun humaniora ).
3. Fungsi Filsafat Ilmu
Filsafat
ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi
filsafat ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara
keseluruhan, yakni :
·
Sebagai alat mencari kebenaran dari
segala fenomena yang ada.
·
Mempertahankan, menunjang dan
melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya.
·
Memberikan pengertian tentang cara
hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
·
Memberikan ajaran tentang moral dan
etika yang berguna dalam kehidupan
·
Menjadi sumber inspirasi dan pedoman
untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi,
politik, hukum dan sebagainya.[5]
Sedangkan
Ismaun ( 2001 ) mengemukakan fungsi filsafat ilmu adalah untuk
memberikan landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu
disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Selanjutnya
dikatakan pula, bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu : sebagai confirmatory
theories yaitu berupaya mendekripsikan relasi normatif antara hipotesis
dengan evidensi dan theory of explanation yakni berupaya menjelaskan berbagai
fenomena kecil ataupun besar secara sederhana.
4. Substansi Filsafat Ilmu
Telaah
tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun ( 2001 ) memaparkannya dalam
empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan :
(1)
fakta atau kenyataan,
(2)
kebenaran ( truth ),
(3)
konfirmasi dan
(4)
logika inferensi.
1.
Fakta atau kenyataan
Fakta
atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut pandang
filosofis yang melandasinya.
Ø Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada
korespondensi antara yang sensual satu dengan sensual lainnya.
Ø Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan mengenai
pengertian kenyataan ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu
adanya korespondensi antara ide dengan fenomena.Kedua, menjurus ke arah
koherensi moralitas, kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai.
Ø Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata, bila ada
koherensi antara empirik dengan skema rasional, dan
Ø Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila
ada koherensi antara empiri dengan obyektif.
Ø Pragmatisme memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang
berfungsi.
Di
sisi lain, Lorens Bagus ( 1996 ) memberikan penjelasan tentang fakta
obyektif dan fakta ilmiah.
Fakta
obyektif yaitu peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang merupakan
obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia.
Sedangkan
fakta ilmiah merupakan refleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia.Yang
dimaksud refleksi adalah deskripsi fakta obyektif dalam bahasa tertentu.Fakta
ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoritis.Tanpa fakta-fakta ini bangunan
teoritis itu mustahil.Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari bahasa yang
diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu
deskripsi ilmiah.
2.
Kebenaran ( truth )
Sesungguhnya,
terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran. Namun secara tradisional,
kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatic .[6]
Sementara,
Michel William mengenalkan 5 teori kebenaran dalam ilmu, yaitu :
kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran performatif, kebenaran
pragmatik dan kebenaran proposisi.
Bahkan,
Noeng Muhadjir menambahkannya satu teori lagi yaitu kebenaran
paradigmatik.
( Ismaun; 2001 )
a.
Kebenaran koherensi
Kebenaran
koherensi yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang lain
dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur
tersebut, baik berupa skema, sistem, atau pun nilai. Koherensi ini bisa pada
tatanan sensual rasional mau pun pada dataran transendental.
b.
Kebenaran korespondensi
Berfikir
benar korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan
dengan sesuatu lain. Koresponsdensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan
atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan, antara fakta
dengan belief yang diyakini, yang sifatnya spesifik
c.
Kebenaran performatif
Ketika
pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan aktual dan menyatukan
apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis yang teoritik, maupun yang
filosofik, orang mengetengahkan kebenaran tampilan aktual.Sesuatu benar bila
memang dapat diaktualkan dalam tindakan.
d.
Kebenaran pragmatik
Yang
benar adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik dan memiliki
kegunaan praktis.
e.
Kebenaran proposisi
Proposisi
adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks, yang merentang dari
yang subyektif individual sampai yang obyektif.Suatu kebenaran dapat diperoleh
bila proposisi-proposisinya benar.Dalam logika Aristoteles, proposisi benar
adalah bila sesuai dengan persyaratan formal suatu proposisi. Pendapat lain
yaitu dari Euclides, bahwa proposisi benar tidak dilihat dari benar formalnya,
melainkan dilihat dari benar materialnya.
f.
Kebenaran struktural paradigmatik
Sesungguhnya
kebenaran struktural paradigmatik ini merupakan perkembangan dari kebenaran
korespondensi.Sampai sekarang analisis regresi, analisis faktor, dan analisis
statistik lanjut lainnya masih dimaknai pada korespondensi unsur satu dengan
lainnya. Padahal semestinya keseluruhan struktural tata hubungan itu yang
dimaknai, karena akan mampu memberi eksplanasi atau inferensi yang lebih
menyeluruh.
3.
Konfirmasi
Fungsi
ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang, atau
memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi
absolut atau probalistik.Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan
asumsi, postulat, atau axioma yang sudah dipastikan benar.Tetapi tidak salah
bila mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya.Sedangkan untuk membuat
penjelasan, prediksi atau pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik
dapat ditempuh secara induktif, deduktif, ataupun reflektif.
4.
Logika inferensi
Logika
inferensi yang berpengaruh lama sampai perempat akhir abad XX adalah logika
matematika, yang menguasai positivisme.Positivistik menampilkan kebenaran
korespondensi antara fakta.Fenomenologi Russel menampilkan korespondensi antara
yang dipercaya dengan fakta.Belief pada Russel memang memuat moral, tapi masih
bersifat spesifik, belum ada skema moral yang jelas, tidak general sehingga
inferensi penelitian berupa kesimpulan kasus atau kesimpulan ideografik.
Post-positivistik
dan rasionalistik menampilkan kebenaran koheren antara rasional, koheren antara
fakta dengan skema rasio, Fenomena Bogdan dan Guba menampilkan kebenaran
koherensi antara fakta dengan skema moral.Realisme metafisik Popper menampilkan
kebenaran struktural paradigmatik rasional universal dan Noeng Muhadjir
mengenalkan realisme metafisik dengan menampilkan kebenaranan struktural
paradigmatik moral transensden. (Ismaun,200:9)
Di
lain pihak, Jujun Suriasumantri( 1982 : 46 – 49 ) menjelaskan bahwa
penarikan kesimpulan baru dianggap sahih kalau penarikan kesimpulan tersebut
dilakukan menurut cara tertentu, yakni berdasarkan logika. Secara garis
besarnya, logika terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu logika induksi dan logika
deduksi.
5. Corak dan Ragam Filsafat Ilmu
Ismaun
( 2001 : 1 ) mengungkapkan beberapa corak ragam
filsafat ilmu, diantaranya :
Ø Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu
: (1) meta ideologi, (2) meta fisik dan (3) metodologi disiplin ilmu.
Ø Filsafat teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-Ends)
menjadi means. Teknologi bukan lagi dilihat sebagai ends, melainkan sebagai
kepanjangan ide manusia.
Ø Filsafat seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau
keindahan sebagai salah satu tri-partit, yakni kebudayaan, produk domain
kognitif dan produk alasan praktis.
Produk
domain kognitif murni tampil memenuhi kriteria: nyata, benar, dan logis. Bila
etik dimasukkan, maka perlu ditambah koheren dengan moral.Produk alasan praktis
tampil memenuhi kriteria oprasional, efisien dan produktif.Bila etik dimasukkan
perlu ditambah human.manusiawi, tidak mengeksploitasi orang lain, atau lebih
diekstensikan lagi menjadi tidak merusak lingkungan.
6. Persamaan dan Perbedaan Filsafat Ilmu dan Ilmu – Ilmu Lain.
Persamaan
filsafat ilmu dan ilmu lainnya, baik sejarah ilmu, sosiologi ilmu dan psikologi
ilmu adalah sebagai berikut :
1.
Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek selengkap
lengkapnya sampai keakar - akarnya.
2.
Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara
kejadian - kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukan sebab-sebanya.
3.
Keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
4.
Keduanya mempunyai metode dan sitem.
5.
Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari
hasrat manusia (objektivitas), akan pengetahuan yang lebih mendasar
Perbedaan
filsafat ilmu dengan filsafat atau ilmu-ilmu lain seperti sejarah ilmu,
psikologi, sosiologi, dan sebagainya terletak pada masalah yang hendak
dipecahkan dan metode yang akan digunakan. Filsafat ilmu tidak
berhenti pada pertanyaan mengenai bagaimana pertumbuhan serta cara
penyelenggaraan ilmu dalam kenyatannya, melainkan mempermasalahkan masalah
metodologik, yakni mengenai azas-azas serta alasan apakah yang menyebabkan ilmu
dapat menyatakan bahwa ia memperoleh pengetahuan ilmiah.[7]
Pertanyaan
seperti itu tidak dapat dijawab oleh ilmu itu sendiri tetapi membutuhkan
analisa kefilsafatan mengenai tujuan serta cara kerja ilmu. Pertalian antara
filsafat dan ilmu harus terjelma dalam filsafat ilmu. Kedudukan filsafat ilmu
dalam lingkungan fisafat secara keseluruhan adalah :
1) bahwa filsafat ilmu berhubungan erat dengan filsafat ilmu
pengetahuan
( epistemology ) ;
2) filsafat ilmu erat hubungannya dengan logika dan metodologi,
dan dalam hal ini kadang-kadang filsafat ilmu dijumbuhkan denganmetodologi (
Beerling, 1985; 4 ). Hubungan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan lebih
erat dalam bidang ilmu pengetahuan manusia.Ilmu-ilmu manusia seringkali lebih
jelas masih mempunyai filsafat ilmu tersembunyi.[8]
Secara
garis besar perbedaan filsafat ilmu dengan ilmu – ilmu lain, baik sejarah ilmu,
psikologi ilmu maupun sosiologi ilmu adalah :
1) Filsafat menyelidiki, membahas,
serta memikirkan seluruh alam kenyataan, dan menyelidiki bagaimana hubungan
kenyataan satu sama lain. Jadi ia memandang satu kesatuan yang belum
dipecah-pecah serta pembahasanya secara kesuluruhan. Sedangkan ilmu-ilmu lain
atau ilmu vak menyelidiki hanya sebagian saja dari alam maujud ini, misalnya
ilmu sejarah hanya membicarakan kejadian – kejadian yang sudah terjadi di masa
lampau, ilmu psikologi hanya membicarakan tentang jiwa, dan ilmu sosiologi
hanya membicarakan tentang manusia.
2) Filsafat tidak saja menyelidiki
tentang sebab-akibat, tetapi menyelidiki hakikatnya sekaligus. Sedangkan ilmu
lainnya hanya membahas tentang sebab dan akibat suatu peristiwa.
3) Dalam pembahasannya filsafat
menjawab apa ia sebenarnya, dari mana asalnya, dan hendak ke mana perginya.
Sedangkan ilmu lainnya harus menjawab pertanyaan bagaimana dan apa sebabnya.
Untuk lebih jelasnya lagi, lihatlah
tabel berikut ini :
Ilmu
|
Filsafat
|
1. Segi-segi
yang dipelajari dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti
2. Obyek
penelitian yang terbatas
3. Tidak
menilai obyek dari suatu sistem nilai tertentu.
4. Bertugas
memberikan jawaban
|
1. Mencoba
merumuskan pertanyaan atas jawaban. Mencari prinsip-prinsip umum, tidak
membatasi segi pandangannya bahkan cenderung memandang segala sesuatu secara
umum dan keseluruhan
2. Keseluruhan
yang ada
3. Menilai
obyek renungan dengan suatu makna, misalkan , religi, kesusilaan, keadilan
dsb.
4. Bertugas
mengintegrasikan ilmu-ilmu
|
Perberdaan
filsafat ilmu dengan sejarah ilmu, psikologi ilmu dan sosiologi ilmu :
Asfek
Perbedaan
|
Filsafat
Ilmu
|
Sejarah
Ilmu
|
Sosiologi
Ilmu
|
Psikologi
Ilmu
|
Pengertian
|
Ilmu penyelidikan tentang
ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara utnuk memperolehnya
|
Suatu ilmu pengetahuan yg
mempelajari sgala peristiwa yg telah terjadi pd masa lampau dlm kehidupan
manusia.
|
Ilmu yg mempelajari hubungan
antara manusia dan
kelompok-kelompok. ( Roucek
dan Warren ).
|
Decrates
Dan wundt : ilmu yang mempelajari tentang
kesadaran manusia.
Branca
(1964) & Sartain Dkk. (1967) :
ilmu tentang tingkah laku (over behavior & inc behavior).
|
Ciri – Ciri
|
Empiris
Radikal
Universal
Mengkaji
dan manganalisis konsep-konsep, asumsi, dan metode ilmiah
Mengkaji
keterkaitan ilmu yg satu dg yang lainnya
|
Objek
: peristiwa sejarah yang di ketahui
Metode
sejarah
Sifat
sistematis
Kausalitas
sebagai hukum sejarah
Teori
sejarah
Pendekatan
ilmiah
Persfektif
filsafat.
|
Bersifat
empiris, berdasarkan observasi kenyataan
Teoritis,
menyusun abstraksi dan hasil-hasil obcervasi
Kumulatif,
di bentuk atas dasar teori yg sudah ada
Non-etis,
permasalahan yg di bahas bukan-lah dari segi baik dan buruknya fakta
tertentu.
|
Objek
material : manusia
Objek
formal : jiwa / psikis
Sistematis
yg teratur
Mempunyai
sejarah / riwayat tertentu
|
Objek Penyelidikan
|
seluruh alam kenyataan, dan
menyelidiki bagaimana hubungan kenyataan satu sama lain
|
Terbatas hanya pada : kejadian
masa lampau
|
Terbatas hanya pada : tingkah laku
manusia
|
Terbatas hanya pada : jiwa manusia
|
Objek Pembahasan
|
menjawab apa ia sebenarnya, dari
mana asalnya, dan hendak ke mana perginya.
|
Hanya menjawab pertanyaan
bagaimana dan apa sebabnya. Misalnya kejadian gunung meletus
|
Hanya menjawab pertanyaan
bagaimana dan apa sebabnya. Misalnya keadaan sosial masyarakat di kota
purwakarta
|
Hanya menjawab pertanyaan
bagaimana dan apa sebabnya.
Misalnya keadaan psikologis orang
yang di tinggal mati orang tuanya.
|
7. Tujuan dari Filsafat Ilmu
Tujuan filsafat ilmu adalah :
1. Mendalami unsure-unsur pokok
ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber,
hakikat dan tujuan ilmu.
2. Memahami sejarah
pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga kita
dapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara histories.
3. Menjadi pedoman bagi para dosen
dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk
membedakan persoalan yang alamia dan non-alamia.
4. Mendorong pada calon ilmuan dan
iluman untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkanya.
5. Mempertegas bahwa dalam persoalan
sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.
BAB
III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Definisi
nominalis ialah menjelaskan sebuah kata dengan kata lain yang lebih umum
dimengerti. Definisi Realis ialah penjelasan tentang hal yang ditandai oleh
sesuatu istilah.
Filsafat
ilmu adalah telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai
hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun
aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari
epistemologi ( filsafat pengetahuan ) yang secara spesifik mengkaji hakikat
ilmu
Objek
Filsafat Ilmu ada 2, yaitu :
1) Objek Material filsafat
Yaitu
suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu
atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu
yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak.
2) Objek Formal filsafat
Obyek formal adalah pendekatan-pendekatan secara cermat
dan bertahap menurut segi-segi yang dimiliki obyek materi dan menurut kemampuan
seseorang.
Substansi
Filsafat Ilmu, telaah tentang substansi Filsafat
Ilmu, Ismaun ( 2001 ) memaparkannya dalam empat bagian, yaitu substansi
yang berkenaan dengan :
(1)
fakta atau kenyataan,
(2)
kebenaran ( truth ),
(3)
konfirmasi dan
(4)
logika inferensi.
Corak
dan Ragam Filsafat Ilmu, Ismaun
( 2001 : 1 ) mengungkapkan beberapa corak ragam
filsafat ilmu, diantaranya :
Ø Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam,
yaitu : (1) meta ideologi, (2) meta fisik dan (3) metodologi disiplin ilmu.
Ø Filsafat teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-Ends)
menjadi means. Teknologi bukan lagi dilihat sebagai ends, melainkan sebagai
kepanjangan ide manusia.
Ø Filsafat seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau
keindahan sebagai salah satu tri-partit, yakni kebudayaan, produk domain
kognitif dan produk alasan praktis.
Persamaan
dan Perbedaan Filsafat Ilmu dan Ilmu – Ilmu Lain adalah :
Persamaannya
adalah sebagai berikut :
1.
Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek selengkap
lengkapnya sampai keakar - akarnya.
2.
Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara
kejadian - kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukan sebab-sebanya.
3.
Keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
4.
Keduanya mempunyai metode dan sitem.
5.
Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari
hasrat manusia (objektivitas), akan pengetahuan yang lebih mendasar
Perbedaan
filsafat ilmu dengan filsafat atau ilmu-ilmu lain seperti sejarah ilmu,
psikologi, sosiologi, dan sebagainya terletak pada masalah yang hendak
dipecahkan dan metode yang akan digunakan.
Tujuan filsafat ilmu adalah :
1. Mendalami unsure-unsur pokok
ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber,
hakikat dan tujuan ilmu.
2. Memahami sejarah
pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga kita
dapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara histories.
3. Menjadi pedoman bagi para dosen
dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk
membedakan persoalan yang alamia dan non-alamia.
4. Mendorong pada calon ilmuan dan
iluman untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkanya.
5. Mempertegas bahwa dalam persoalan
sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.
2. Saran – Saran
Sudah
selayaknya kita mengoptimalkan akal ini untuk berfikir, jangan sampai kita
terus memanjakan akal ini dengan berfikir hal – hal yang mudah, sekali – kali
marilah kita belajar Filsafat, agar akal ini mampu berkembang dan berfikir
secara dalam. ingatlah perkataan dari KH. Abdul Rahmat bahwa seorang pahlawan
itu adalah orang yang mampu berfikir secara dalam dan mempunyai pandangan yang
luas.
DAFTAR
PUSTAKA
SuriaSumantri, Jujun. S. “
Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer ”. Pustaka Sinar Harapan.
Jakarta : 2003
Bakhtiar, Amsal. “ Filsafat Ilmu
”.Jakarta : 2004
Prof. Dr. Ahmad Tafsir. “
Filsafat Ilmu ”.PT. Remaja Rosdakarya.Bandung : 2009
Thanks gan
BalasHapusThanks gan
BalasHapusThanks gan
BalasHapusterima kasih bung.
BalasHapusdengan artikel kamu gan, saya izin mintak sebagian artikelnya mau di copas ya
BalasHapusgan ijin copas ya.. trimaksih. sangat membantu.
BalasHapusTq sob
BalasHapusmakalah ini sangat membantu saya untuk memahami lebih mendalam mengenai filsafat ilmu..
BalasHapusvery nice